Desakan Masyarakat Adat Sihaporas untuk Akui Wilayah Adat

Masyarakat adat Sihaporas yang berada di Nagori Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, mengalami tindakan intimidasi dan represif dari aparat kepolisian dan TNI karena berjuang untuk pengakuan hak atas wilayah adatnya pada Senin, 22 Agustus 2022. Pihak aparat kepolisian dari Resor Simalungun yaitu Kapolres Simalungun dan TNI yaitu Dandim dengan 250 personil mendatangi masyarakat adat Sihaporas. Mereka bersikeras datang atas laporan PT TPL yang menyebutkan telah terjadi penyanderaan pekerja, meskipun telah dibantah dan dibuktikan berkali-kali bahwa laporan tersebut tidak benar dan tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

Dari catatan masyarakat adat Sihaporas, beberapa kali pihak keamanan datang untuk mengintimidasi masyarakat adat di antaranya adalah;
1. Pada tanggal 15 Juli 2022, satuan intel Polres Simalungun dan TNI mendatangi pihak masyarakat adat Sihaporas, namun warga menyuruh mereka untuk pulang.
2. Pada tanggal 18 Juli 2022, Kapolsek Sidamanik beserta jajaran kepolisian dan TNI kembali datang ke Sihaporas atas dasar laporan TPL yang menuduh masyarakat adat Sihaporas menyandra pekerjanya, namun masyarakat adat Sihaporas membantah tuduhan itu, karena memang tidak terbukti.
3. Pada tanggal, 19 Agustus 2022, ratusan aparat kepolisan dan TNI kembali mendatangi masyarakat adat Sihaporas.
4. Pada tanggal 22 Agustus 2022, Pihak aparat kepolisian dari Resor Simalungun yaitu Kapolres Simalungun dan TNI yaitu Dandim dengan 250 personil kembali mendatangi masyarakat adat Sihaporas.

Masyarakat adat Sihaporas sudah berada di wilayah adatnya sejak 1800-an dibuktikan dengan silsilah marga yang sudah sampai 11 generasi di Sihaporas hingga saat ini. Perjuangan merebut atas wilayah adat Sihaporas dimulai pada 1998 ketika wilayah adat Sihaporas diklaim sepihak menjadi kawasan hutan negara. Akibatnya wilayah adat Sihaporas yang seluas 2.049 hektare, dinyatakan masuk dalam konsesi PT. TPL seluas 1.289 hektare.

Sejak itu, masyarakat adat Sihaporas mengalami berbagai kerugian, seperti rusaknya hutan adat sihaporas sebagai kebutuhan untuk ritual adat, sumber air minum masyarakat adat Sihaporas dirusak dan terkontaminasi pestisida perusahaan, masyarakat adat Sihaporas kehilangan tanah adatnya, masyarakat adat mengalami kekerasan dan intimidasi. Dalam menuntut pengakuan haknya, masyarakat adat Sihaporas telah melewati berbagai upaya, seperti menyurati instansi pemerintahan, bertemu dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sampai mengadu ke Kantor Staf Presiden. Namun belum mendapat respons yang serius dari pemerintah. Karena merasa tidak mendapat respons yang positif dari pemerintah, masyarakat adat Sihaporas akhirnya berjaga dan melarang aktivitas TPL di wilayah adatnya.

Masyarakat adat Sihaporas saat ini telah melakukan penanaman pohon di sumber-sumber air bersih yang selama ini telah dirusak. Karena hal tersebutlah pihak aparat keamanan dari Kepolisian dan TNI selalu datang dan melakukan intimidasi kepada masyarakat adat Sihaporas. Masyarakat adat Sihaporas mendesak pemerintah mengakui wilayah adatnya, dan sebelum adanya pengakuan agar pihak perusahaan TPL tidak beraktivitas di wilayah adat Sihaporas. Karena masyarakat adat Sihaporas sudah lelah menemui dan berdialog dengan pemerintah namun tidak kunjung ada penyelesaian konflik yang kongkrit. Sahkan Rancangan Undang-undang Masyarakat Adat. Tutup Toba Pulp Lestari Tutup TPL. Palao TPL.

Share this Post: