17 Agustus, Aliansi Gerak TUTUP TPL Pilih Pengurus Baru


Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia ke-77, sekitar 150 masyarakat adat Tano Batak melakukan upacara bendera di wilayah adat Natinggir, Kecamatan Bor-bor, Kabupaten Toba pada Rabu, 17 Agustus 2022. Kegiatan ini dimulai dengan upacara penaikan bendera, dilanjutkan dengan penanaman pohon di wilayah adat Natinggir yang menjadi wilayah konflik dengan PT Toba Pulp Lestari.

Dua pekan sebelum upacara, masyarakat adat Natinggir diintimidasi oleh PT TPL. Sebanyak tujuh orang warga Natinggir menerima surat panggilan dari Polres Toba dengan tuduhan pengrusakan ekaliptus milik PT TPL. Padahal, mereka tak pernah melakukan pengrusakan tersebut. "Kami hanya berupaya merebut kembali wilayah adat kami," kata Sahala Pasaribu mewakili komunitas Natinggir.

Rocky Pasaribu dari KSPPM mengatakan momen perayaan kemerdekaan Indonesia yang ke-77 tahun seharusnya merupakan momentum bagi masyarakat adat untuk merdeka di tanah mereka sendiri. Bebas dari rasa takut akibat intimidasi dan kriminalisasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat kepolisian atau militer. Ia berharap pemerintah segera mengembalikan seluruh wilayah adat yang diklaim oleh PT TPL. "Masyarakat adat harus memiliki semangat baru menuju merdeka di tanah sendiri," kata dia.

Dalam upacara itu hadir berbagai perwakilan dari komunitas masyarakat adat se-kawasan Danau Toba, mulai dari Komunitas Pomparan Op. Raja Nasomalomarhohos Pasaribu (Natinggir), Komunitas Pomparan Op. Raja Enduk Pasaribu (Lintong), Komunitas Lamtoras (Sihaporas), Komunitas Pomparan Op. Bolus Simanjuntak (Huta Mamukka), Komunitas Dolok Parmonangan, Komunitas MHA Nagasaribu Onan Harbangan, Komunitas Pomparan Op. Pangomban Bosi Simanjuntak (Parpatihan), Komunitas Pomparan Op. Sunggu Barita Pasaribu (Janji Maria), dan Komunitas MA Natumingka.

Selain itu, KSPPM dan AMAN Tano Batak juga turut hadir bersama Kodim dan Polres Toba. Setelah proses penanaman pohon selesai, masyarakat adat melakukan diskusi dan memilih pengurus Aliansi Gerak TUTUP TPL secara musyawarah. Hasilnya, Thomson Ambarita dari Komunitas MA Lamtoras terpilih sebagai ketua aliansi, Maruli Simanjuntak dari Komunitas MA Parpatihan sebagai sekretaris, dan posisi bendahara diisi oleh Rumenti Pasaribu dari Komunitas MA Natinggir.

Pengurus yang baru sangat berantusias untuk melanjutkan gerakan memperjuangkan wilayah adat di tanah Batak. "Kita harus merdeka di tanah kita sendiri, bersama-sama kita usir penjajah dari Tano Batak" Kata Thomson Ambarita. Ia mengatakan komitmen dan kerjasama sangat diutamakan untuk mewujudkan cita-cita bersama yakni tutupnya PT TPL.

Hengki Manalu sebagai perwakilan dari AMAN Tano Batak mengatakan perayaan 17 Agustus di wilayah adat Natinggir dapat mempersolid kekuatan komunitas dalam memperjuangkan hak-haknya. Ia mengatakan momen ini merupakan sebuah refleksi perjuangan masyarakat adat bahwa setelah 77 tahun Indonesia merdeka, masih ada ketimpangan dan diskriminasi hak atas wilayah adat. Buktinya hingga saat ini, PT TPL masih menjadi musuh utama masyarakat adat dalam mempertahankan haknya.

Menurut Hengki, perjuangan masyarakat adat seolah-olah tak didengar oleh negara. "Itu memperlihatkan masyarakat adat belum merasakan kemerdekaan tersebut bahkan setelah 77 tahun Indonesia merdeka," kata dia. Ia berharap ini menjadi momentum bagi masyarakat adat untuk memperkuat barisan perjuangan.

Share this Post: