Korban Banjir Bandang Berharap Disediakan Hunian Sementara

Waspin Silalahi (71), warga Desa Simangulampe, Kecamatan Bakti Raja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, bercerita bagaimana isterinya meninggal menjadi korban bencana banjir bandang, 13 November 2023, yang baru pertama kali dialaminya. Rumah keluarga Waspin tersapu banjir bandang. Waspin berharap pemerintah membangun gubuk untuk tempat tinggal sementara.

Waspin dan putrinya - Rinlas Riana Silalahi – berharap pemerintah hadir ke kampung meninjau langsung kondisinya. “Sudah hampir satu bulan ibu saya meninggal, rumah, harta benda, lahan pertanian, tersapu banjir. Kami masih berharap hadirnya pemerintah ke kampung untuk meninjau langsung,” kata Rinlas.

Waspin dan Rinlas bersaksi di acara konferensi pers, 11 Desember 2023 di Sitalbak Coffee, Dolok Sanggul, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Konferensi pers yang diselenggarakan oleh Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL, bertujuan mendengarkan langsung korban “Tragedi Ekologis di Tano Batak.”

Selain keluarga korban warga Desa Turpuk Sihotang dan Desa Simangulampe, hadir narasumber lainnya yaitu Togu Simorangkir (aktivis lingkungan), Juritno Sirait (Pendeta HKBP), dan Anggiat Sinaga Ketua Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL. Hengky Manalu memandu konferensi pers itu.

Stevani Silaban, warga Desa Simangulampe, menyampaikan kekhawatiran warga melihat bukit yang gundul, akan kemungkinan terjadi bencana serupa.

Anggiat Sinaga menyampaikan terjadinya bencana banjir bandang itu bukan sekedar karena curah hujan yang tinggi tetapi juga karena kerusakan lingkungan. Anggiat mengingatkan demi keselamatan, warga yang tinggal di pinggiran Danau Toba agar membangun kekuatan bersama untuk menghentikan kegiatan yang merusak lingkungan.

Togu Simorangkir – yang pernah jalan kaki ke Jakarta tahun 2021 membawa aspirasi dan keresahan warga masyarakat Danau Toba untuk menutup PT TPL kepada Presiden RI – menyatakan bencana ekologis dua bulan terakhir ini merupakan efek dari waktu yang sangat panjang proses perusakan hutan.

Juritno Sirait menyampaikan turut berduka cita atas bencana yang menimpa warga Desa Sihotang dan Simagulampe. Juritno mengatakan banyak pendeta menganggap kejadian ini semata bencana alam. “Mendengar cerita Bapak Silalahi, putrinya dan Stevani Silaban, saya merinding dan tidak terbayangkan,” kata Juritno berkomentar.

Share this Post: