Festival Bumi dan Manusia: Mendorong Pengakuan Masyarakat Adat
Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan mengatakan keberadaan masyarakat hukum adat seperti 'ada dan tiada'. Ia menjelaskan secara formal di dalam perundang-undangan, pengakuan keberadaan masyarakat adat masih sangat minim. Padahal di sisi lain, secara faktual, keberadaan mereka mewarnai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang tidak dapat diabaikan begitu saja.
Menurut dia, keberadaan masyarakat hukum adat merupakan sebuah potensi yang sangat baik untuk pembangunan daerah. Sebab itu, sudah selayaknya diberikan pengakuan dan perlindungan dalam rangka pemberdayaan masyarakat hukum adat tersebut. Dengan adanya pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat, pemerintah daerah dan komunitas masyarakat adat dapat saling bahu membahu membangun daerah.
Bupati Tapanuli Utara merupakan salah satu pelopor pimpinan daerah yang memperjuangkan hak masyarakat adat dnegan mengeluarkan peraturan daerah yang mengakui dan melindungi masyarakat adat. Ia juga menerbitkan surat keterangan yang menetapkan dan mengakui hutan adat milik rakyat. Menurut dia, payung hukum tersebut harus diberikan untuk memaksimalkan upaya melindungi hak-hak dan keberadaan masyarakat adat di Tapanuli Utara.
Ia mengutip ucapan Bung Karno, "Kita jangan menjadi budak di negeri sendiri, tetapi harus menjadi tuan." Nikson menjelaskan setelah menjalani proses yang cukup panjang, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara melalui Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tapanuli Utara telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Aturan ini diterbitkan pada 8 Juni 2021.
Kabupaten Tapanuli Utara juga telah menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2021 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA). Peraturan Bupati itu diterbitkan pada 5 Oktober 2021.
Nikson menyampaikan pandangannya mengenai pengakuan dan perlindungan masyarakat adat tersebut pada diskusi Tanah Adat yang diselenggarakan dalam Festival Bumi dan Manusia di Desa Hutaginjang, Sabtu, 21 Mei 2022. Dalam diskusi itu hadir pula Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tapanuli Utara Heber Tambunan dan beberapa pimpinan perangkat daerah. Ada pula Yance Arizona seorang dosen dari Universitas Gadjah Mada, Delima Silalahi Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) dan Roganda Simanjuntak Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak hadir sebagai narasumber.
Di Tapanuli Utara saat ini telah ada tiga komunitas yang mendapatkan pengakuan sebagai kesatuan masyarakat hukum adat beserta wilayah adatnya dan hutan adatnya. Ketiganya adalah Komunitas Nagasaribu Onan Harbangan Desa Pohan Jae Kecamatan Siborongborong, Komunitas Huta Ginjang Desa Huta Ginjang Kecamatan Muara, dan Komunitas Aek Godang Tornauli Desa Dolok Nauli Kecamatan Adiankoting. SK pengakuan tersebut diterbitkan pada 11 Januari 2022.
Bupati Nikson berpesan agar masyarakat yang telah mendapatkan pengakuan tersebut dapat mengelola hutan adat secara arif sesuai ketentuan adat dan ketentuan perundang-undangan. "Kami berharap ketiga masyarakat hukum adat ini dapat terus mengelola hutan adatnya dengan baik dan menyejahterakan masyarakat adatnya," kata dia. Ia juga berharap kegiatan pengelolaan hutan adat tak menimbulkan konflik baik di antara sesama anggota maupun dengan masyarakat sekitar.
Ia juga berharap pengelolaan hutan adat tersebut dapat bersanding dengan program pemerintah lainnya, terutama yang mendukung ketahanan pangan. "Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam mengelola hutan adat supaya lahan tetap produktif, bukan menjadi lahan tidur," kata dia. Ia mengatakan saat ini masih ada usulan calon masyarakat hutan adat yaitu Masyarakat Janji Angkola dan wilayah Negeri Siuanggas yang terdiri dari 11 (desa) di Kecamatan Purbatua.
Modal Kekompakan dan Dukungan Pemerintah Daerah
Yance Arizona, dosen Fakultas Hukum dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mengatakan senang dapat kembali ke Tanah Batak. Yance yang sedang melanjutkan pendidikan tingkat doktoral di Universitas Leiden, Belanda, pernah melakukan penelitian mendalam mengenai Pengakuan Hutan Adat. Sumatera Utara menjadi salah satu lokasi penelitiannya. "Tugas pemerintah daerah bersama masyarakat membuat pengakuan hutan adat yang clean and clear," kata dia.
Sampai saat ini, prosedur pengakuan hutan adat masih sangat rumit. Berawal dari Pemerintah Daerah lalu ke Pemerintah Pusat (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Menurut Yance, ada dua modal yang membuat masyarakat adat sukses menghadapi kerumitan tersebut, yaitu kekompakan masyarakat adat dan dukungan penuh dari pemerintah daerah seperti Bupati dan DPRD melalui Perda.
Yance mengatakan Bupati Tapanuli Utara telah memberikan contoh yang sangat baik. "Bupati Nikson Nababan sudah menerbitkan 3 (tiga) SK Pengakuan Hukum Adat dan ini merupakan SK terbanyak di tingkat kabupaten," kata dia. Ia meminta masyarakat yang hadir dalam diskusi tersebut memberikan applause untuk Bupati Nikson atas perhatiannya terhadap masyarakat adat itu. Yance juga berharap pemerintah daerah lain meniru upaya yang sudah dilakukan oleh Nikson sebagai kepala daerah.
Direktur KSPPM Delima Silalahi mengatakan pentingnya peranan pemerintah daerah dalam pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. "Ketika bicara kawasan Danau Toba, kita bersyukur tempat kita mengadakan camping dan diskusi ini telah mendapatkan SK Hutan Adat," kata dia. Kabupaten Tapanuli Utara telah memiliki Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, yang menurut Delima dapat diartikan pemerintah daerahnya telah hadir menjawab kegelisahan masyarakat adat di Tapanuli Utara selama ini.
Delima mengatakan sangat mengapresiasi langkah Bupati Nikson yang telah memperjuangkan hak rakyatnya. "Yang paling penting saat ini dan ke depannya adalah masyarakat menjaga persatuan dan kekompakan, pemerintah mendukung," kata dia.
Selanjutnya Ketua AMAN Tano Batak Roganda Simanjuntak menyatakan apresiasinya pada keberanian Bupati Nikson Nababan menerbitkan Perda MHA. "Perda berfungsi untuk menyelesaikan konflik dan memastikan hak masyarakat adat yang ada di Tapanuli Utara - Kawasan Danau Toba," kata dia. Ia berharap Bupati Nikson akan segera menerbitkan SK untuk pelbagai komunitas adat yang belum mendapatkan pengakuan.
Festival Bumi dan Manusia
Penyelenggaraan festival bertema Bumi dan Manusia ini adalah inisiansi dari KSPPM bersama AMAN Tano Batak. Tujuannya adalah untuk membangkitkan rasa bangga pada nilai-nilai luhur yang dimiliki masyarakat adat. Selain itu, festival yang melibatkan masyarakat adat ini juga mengajak pemerintah untuk mau berperan lebih besar dalam mengimplementasikan amanat untuk melindungi masyarakat adat.
Dengan festival ini diharapkan seluruh elemen yang terlibat baik masyarakat maupun pemerintah menyadari bahwa bumi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Karena itu, relasi manusia dengan bumi dan makhluk hidup lainnya perlu diperbaiki dengan menghidupkan relasi yang saling menjaga dan melindungi. Festival yang berlangsung tanggal 19 sampai 21 Mei ini terdiri dari berbagai acara di antaranya camping bersama selama tiga hari, nobar dan diskusi film, talk show, penanaman pohon bersama, paralayang, pertunjukan musik, sanggar seni dan sekolah adat. Peserta kegiatan tersebut antara lain masyarakat umum, komunitas masyarakat adat tano batak, mahasiswa dan pemuda serta pemerintah lokal.