Masyarakat Adat Pattiro Toa dan Kampala Setor Usulan Hutan Adat

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara daerah sinjai (AMAN Sinjai) mengadakan Seminar Urgensi Kebijakan Hutan Adat bagi Masyarakat Adat dan Penyerahan Dokumen Usulan Hutan Adat Masyarakat Adat Pattiro Toa dan Kampala, pada Kamis, 21 November 2024. Kegiatan diselenggarakan di Aula Pertemuan Wisma Sanjaya Putra, Jl. DR. Samratulangi, Balangnipa, Kec. Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.

Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber yakni perwakilan Kepala Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah Sulawesi Hasma, perwakilan Pj. Bupati Sinjai, Ketua Dewan AMAN Wilayah Sulawesi Selatan Andi Buyung, Pengurus Besar AMAN Muhammad Arman. Kegiatan ini bertujuan untuk menyamakan pemahaman dan persepsi terkait dengan kebijakan-kebijakan pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat adat; memperkaya informasi, wawasan, dan pemahaman terkait urgensi penetapan hutan adat yang terdapat di wilayah adat; mendorong rencana aksi dalam rangka percepatan pengakuan masyarakat adat dan penetapan hutan adat di Kabupaten Sinjai. Peserta yang hadir 25 orang yang terdiri dari panitia masyarakat adat serta perwakilan dari Masyarakat Adat Sinjai, Kampala, Pattiro Toa, Barambang Katute, dan Soppeng Turungan.

Dalam sambutannya saat membuka kegiatan seminar, Ketua AMAN Sinjai, Solihin, mengungkapkan keresahan masyarakat adat terhadap konflik tenurial yang masih terjadi khususnya kepada masyarakat adat di kabupaten sinjai. "Dalam 30 tahun terakhir sudah ada 39 orang yang harus berurusan dengan aparat penegak hukum yang menjadi korban konflik tenurial. Masyarakat adat belum mendapat posisi hukum yang sama, belum menjadi subjek hukum,  sementara di Sinjai sudah ada Peraturan Daerah no.1 tahun 2019 tentang pedoman pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat adat di Kabupaten Sinjai," ujar Solihin.

Solihin berharap konflik yang terjadi di masyarakat adat dapat segera terselesaikan dengan kerja bersama panitia masyarakat adat dan pemerintah di Kabupaten Sinjai. "Mari sama-sama semua stake holder berkolaborasi mengurai benang kusut ini untuk menyelesaikan agar tidak ada lagi masyarakat adat kita menjadi asing di atas wilayahnya sendiri," ujarnya.

Hasma, yang mewakili BPSKL Wilayah Sulawesi, memaparkan soal kebijakan penetapan status hutan adat dalam seminar tersebut. Hasma menjelaskan skema perhutanan sosial tentang skema hutan adat yang jika telah memenuhi kriteria syarat penetapan hutan adat harus segera ditetapkan. "Kita tidak bisa menutup mata karena selama ini banyak sekali konflik yang terjadi antara masyarakat hukum adat dengan pemerintah dan perusahaan-perusahaan. Jadi solusianya adalah dengan penetapan hukum adat," ujarnya.

Acara puncak seminar ini adalah penyerahan dokumen usulan hutan adat dari Masyarakat Pattiro Toa dan Kampala. Dokumen tersebut diserahkan langsung oleh perwakilan masyarakat adat kepada Hasma sebagai perwakilan Kepala BPSKL Wilayah Sulawesi.

Hutan Adat adalah kawasan hutan yang secara turun-temurun dimiliki dan dikelola oleh masyarakat hukum adat. Hutan ini menjadi bagian dari identitas budaya, sumber penghidupan, serta warisan ekologis yang penting bagi masyarakat adat. Dalam konteks hukum di Indonesia, hutan adat diakui sebagai hutan yang terpisah dari hutan negara, berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012.

Share this Post: