Inovasi Penyelesaian Batas Desa dari Luwu Utara
Tim verifikasi lapangan kompetisi inovasi pelayanan publik (KIPP) jaringan inovasi pelayanan publik (JIPP) Sulawesi Selatan mengunjungi Kecamatan Malangke, Kabupaten Luwu Utara. Mereka ingin mengetahui sistem peta berbasis partisipatif (Peta Baper) yang menjadi salah satu inovasi dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Luwu Utara.
Tim verifikasi lapangan KIPP dari Badan Perencanaan dan Penelitian Pengembangan Pembangunan Daerah Dermayana Arsal menuturkan kehadirannya ke Malangke untuk mengklarifikasi kepala desa yang melaksanakan program Peta Baper untuk memetakan batas desa. “Apakah benar atau tidak yang dipresentasikan oleh Bappeda Luwu Utara sebagai inovator Peta Baper,” katanya, di kantor Kecamatan Malangke, Rabu, 31 Maret 2021.
Tim verifikasi KIPP berada di Luwu Utara selama dua hari. Mereka juga akan meninjau dua inovasi lain yaitu Rompi KPK atau kelas pencegahan korupsi di SD Center Masamba dan Kebun Si Pintar atau Siswa Peduli Lingkungan Sekitar di SD Lindu Masamba. Sejumlah inovasi itu telah masuk sebagai 50 besar inovasi pelayanan publik terbaik di Sulawesi Selatan.
Camat Malangke Tasman mengatakan program Peta Baper ini dimulai sejak 2018 hingga 2020. “Kami turun langsung dalam proses musyawarah dengan masyarakat untuk pengambilan titik koordinat yang menjadi kesepakatan masing-masing TKPPD (tim kerja pemetaan partisipatif tapal batas desa),” tuturnya.
Hasilnya, tutur Tasman, dari 14 Desa di Malangke, ada 13 desa yang mengikuti program pemetaan partisipatif batas desa itu. Mereka antara lain, Desa Pattimang, Takalala, Pettalandung, Putemata, Malangke, Tolada, Girikusuma, Pincepute, Tokke, Tingkara, Salekoe, Benteng, dan Ladongi. Hanya Desa Tandung yang tidak mengikuti program tersebut.
Sebelumnya, banyak batas desa yang bermasalah karena tiap desa berebut potensi ekonomi dan luas wilayah. Hal itu terjadi setelah Malangke mengalami pemekaran menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Malangke dan Malangke Barat.
Pejabat sementara Kepala Desa Takalala Aris Mare menjelaskan penerapan program pemetaan partisipatif batas desa dilakukan sejak 2018 hingga 2020. Menurut dia, program itu berdampak positif bagi desa dan warganya.
Contohnya, Aris melanjutkan, Desa Takalala yang berbatasan dengan Desa Benteng sempat saling klaim batas desa. Sebab, tidak ada batas jelas yang memisahkan dua desa itu. Walhasil, saat penagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dua pemerintah desa itu saling berebut.
Sengketa batas desa itu usai pada tahun lalu. Desa Takala dan Desa Benteng sudah menyepakati batas dua wilayah itu. Dampaknya, masyarakat juga makin mudah mengurus administrasi tanah dan data kependudukan.