Onggari Village Rejects PT Borneo Citra Persada
The Indigenous people of Onggari Village, Malind District, Merauke Regency, South Papua Province, held a protest against the presence of PT Borneo Citra Persada on Thursday, May 29, 2025.
Around 500 people—including traditional elders, youth, men, and women—gathered holding various posters expressing their rejection of PT Borneo Citra Persada.
During the protest, the Indigenous people of Onggari Village also carried out a traditional Sasi ritual by planting a Red Cross. The act of planting the Red Cross is a symbol of protest by Indigenous communities, local residents, and church members in the Malind customary area of South Papua.
The Indigenous resistance against PT Borneo Citra Persada arose because the company's presence threatens customary forests and ancestral lands. PT Borneo Citra Persada is one of the companies involved in the implementation of the national strategic project (PSN) food estate in Merauke.
Iya, a female Indigenous leader from Onggari Village, stated that land is an inseparable part of Indigenous women’s identity. The seizure of customary land is equivalent to the seizure of Indigenous women’s lives. “If our customary land disappears, we lose our source of livelihood,” said Iya, in tears.
The Indigenous people of Onggari Village are not fighting alone. They are supported by the Papua Legal Aid Institute Merauke (LBH Papua Merauke) and the Pusaka Bentala Rakyat Foundation (Pusaka).
Teddy Wakum, Director of LBH Papua Merauke, stated that his organization will provide legal assistance to the Onggari Village community.
LBH Papua Merauke is demanding that the Merauke Regency Government and the South Papua Provincial Government protect the rights of Indigenous peoples and support their rejection of PT Borneo Citra Persada.
Teddy Wakum also called on Indigenous communities to unite in resisting all forms of oppression, land grabbing, and destruction of forests and the environment.
Kampung Onggari Menolak PT Borneo Citra Persada
Masyarakat adat dari Kampung Onggari, Distrik Malind, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan mengadakan aksi penolakan keberadaan PT Borneo Citra Persada pada Kamis, 29 Mei 2025.
Sekitar 500 orang terdiri dari para tetua adat hingga remaja, laki-laki dan perempuan, berkumpul memegang berbagi poster bertuliskan penolakan mereka terhadap PT Borneo Citra Persada.
Dalam aksi tersebut, masyarakat adat Kampung Onggari juga melakukan penanaman Sasi Adat berupa penancapan Salib Merah. Gerakan penancapan Salib Merah adalah simbol protes yang dilakukan oleh masyarakat adat, warga, dan umat gereja di wilayah Adat Malind, Papua Selatan.
Gerakan perlawanan masyarakat adat terhadap PT Borneo Citra Persada muncul karena keberadaan perusahaan tersebut mengancam keberadaan hutan dan tanah adat. PT Borneo Citra Perkasa adalah salah satu perusahaan yang tergabung dalam pengerjaan proyek strategis nasional (PSN) food estate di Merauke.
Iya, salah satu tokoh perempuan adat Kampung Onggari, mengatakan bahwa tanah adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari perempuan adat. Perampasan tanah adat sama dengan perampasan hidup perempuan adat. “Jika tanah adat hilang, kami kehilangan sumber penghidupan kami,” ujar Iya sambil menangis.
Masyarakat Adat Kampung Onggari tidak berjuang sendiri. Mereka didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum Papua Merauke (LBH Papua Merauke) dan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat (Pusaka).
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua Merauke (LBH Papua Merauke) Teddy Wakum mengatakan bahwa lembaganya akan melakukan pendampingan hukum terhadap masyarakat Kampung Onggari.
LBH Papua Merauke menuntut pemerintah Kabupaten Merauke dan Provinsi Papua Selatan untuk melindungi hak masyarakat adat dan mendukung penolakan masyarakat terhadap PT Borneo Citra Perkasa.
Teddy Wakum juga meminta supaya masyarakat adat untuk bersatu melakukan perlawanan terhadap segala upaya penindasan, perampasan tanah, dan pengrusakan hutan serta lingkungan.