Bia Noorhosori, Kuliner Unik Kampung Enggros yang Terancam Punah

Bia Noorhosori, hidangan khas dari Kampung Enggros, Jayapura, Papua, mencuri perhatian dalam acara Fase Rawat di Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) yang digelar di Balai Kampung Enggros, Kota Jayapura, Papua, 9 November 2024. PKN adalah kegiatan yang bertujuan merayakan dan melestarikan warisan budaya.

Bia Noorhosori terbuat dari kerang segar, sagu, dan kelapa parut, yang disajikan dengan cara unik dan disiapkan dengan tak kalah unik. Cara membuatnya, kata Mama Petronela Meraudje, salah satu tokoh masyarakat Enggros, "Ke dalam cangkang kerang diisi dengan campuran daging kerang, sagu, dan kelapa, kemudian dikukus hingga matang."

Proses pembuatan Bia Noorhosori yang sederhana namun kaya rasa itu, ujar Petronela, mencerminkan kedekatan masyarakat dengan alam dan laut. "Hidangan ini sering kali disajikan dalam acara adat dan pertemuan keluarga. Bia Noorhosori bukan hanya makanan, tetapi bagian dari tradisi kami yang harus dilestarikan. Dengan memperkenalkannya di PKN, kami berharap semakin banyak orang yang tahu tentang kekayaan kuliner Papua," ujarnya.

Hidangan ini menggambarkan kearifan lokal masyarakat Enggros dalam memanfaatkan hasil laut dan sumber daya alam di sekitar mereka. Bahkan proses pencarian Bia Noorhosori sangat berbeda dengan kerang lainnya. "Proses mencari Bia Noor sangat unik, karena untuk mencarinya perlu menanggalkan busana. Kerangnya dicari di lumpur menggunakan kaki di dalam hutan perempuan atau Tonotwiyat. Mereka mencari kerang di air surut hingga pasang, dan setelah selesai, mereka berenang ke akar mangrove untuk kembali ke perahu. Ini sangat berbeda dari proses pencarian kerang biasa yang lebih mudah ditemukan di sela-sela lamun," kata Petronela.

Bia Noorhosori juga memiliki makna khusus dalam adat Enggros. "Dahulu, Bia Noorhosori dimasak khusus untuk para raja atau tetua adat. Jika Ondoafi (raja) mengadakan acara, mereka akan memerintahkan masyarakat untuk mencari Bia Noorhosori dan menyajikannya khusus untuk mereka," tambahnya.

Petronela Merauje menjelaskan, pelestarian Bia Noorhosori kini menghadapi tantangan besar. Penebangan hutan mangrove secara liar telah berdampak pada ketersediaan Bia Noorhosori. "Dulu, Bia Noorhosori bisa ditemukan dalam ukuran sebesar kepala bayi manusia, tetapi sekarang hanya ditemukan yang kecil-kecil. Selain itu, limbah dari pembangunan kafe-kafe yang berdekatan dengan laut juga merusak hutan mangrove, yang menjadi habitat utama bagi Bia Noorhosori,"ujarnya. Petronela mengatakan, masyarakat Kampung Enggros tetap berupaya menjaga dan melestarikan tradisi ini, agar Bia Noorhosori tetap bisa dinikmati oleh generasi mendatang dan menjadi bagian dari warisan budaya Papua yang tak ternilai.

Share this Post: