FGD Hasil Pemantauan Pilkada Papua

Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP) menggelar Focus Group Discussion (FGD) hasil pemantauan Pilkada Provinsi Papua tahun 2024 di Hotel Horison Ultima, Jayapura, pada 22 Februari 2025. Kegiatan ini bertujuan untuk membahas temuan selama pemantauan pilkada serta merumuskan rekomendasi strategis guna mewujudkan pemilu yang bersih dan demokratis d Papua.

Sebagai satu-satunya organisasi pemantau independen yang telah terakreditasi oleh KPU dan Bawaslu sejak 2014, AlDP juga menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pemantauan pemilu. Melalui kolaborasi dengan berbagai organisasi seperti SKPKC Fransiskan, YTHP, HMI, komunitas disabilitas Jayapura, serta dukungan dari UK Embassy, NETGRIT, dan TAPOL-UK, AlDP mendorong pemantauan partisipatif yang inklusif.

FGD ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pemerintah daerah, partai politik, TNI-Polri, serta organisasi masyarakat sipil. Diskusi dipandu oleh staf Divisi Demokrasi AIDP Antoni Ibra. Diskusi menghadirkan 3 narasumber yaitu Koordinator Pemantuan Provinsi Papua Mohammad Pieter Alhamid, Komisioner Komisi Pemilihan Umum Keerom Izak Z. Matulessy, Komisioner Badan Pengawas Pemilu Kota Jayapura Yohanes Kia Masan.

Kegiatan dibuka oleh MC yaitu Yudina Wany Kareth dilanjutkan dengan sambutan oleh Direktur Alinasi Demokrasi untuk Papua Latifah Anum Siregar. Dalam sambutannya, perempuan yang akrab dipanggil CaAnum ini menyoroti temuan Pemilih Warga Negara Asing (WNA) yang berasal dari Papua New Guenea (PNG).

Pieter selaku Koordinator Pemantauan provinsi Papua menanggapi soal temuan WNA yang mencoblos di wilayah perbatasan, terdapat kemungkinan WNA tersebut memiliki KTP Indonesia meskipun mereka beraktifitas di PNG, “tapi mungkin mereka memiliki KTP Indonesia sehingga saat melakukan pencoblosan mereka lolos untuk memilih”. Dia melanjutkan, walaupun pengawas di tingkat distrik tidak menemukan laporan terkait pencoblosan WNA, terdapat indikasi kuat dari pemantauan WNA melakukan pecoblosan tidak menggunakan KTP dan hanya menggunakan Undangan. “Dari sini kita bisa menarik kesimpulan terkait pencoblosan di perbatasan oleh WNA. Juga pencatatan laporan dari penyelenggara tidak jelas apakah WNA tersebut mencoblos menggunakan KTP atau tidak,” ujar staf Divisi Demokrasi AIDP.

Pieter menegaskan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di daerah perbatasan RI-PNG tidak bisa disamakan oleh perbedaan batas wilayah. “Ada masyarakat yang melakukan asktivitas lalu lalang sehari-hari di perbatasan tanpa mereka sadari atau dengan sadar karena bagi mereka batas-batas tersebut tidak termasuk dalam kehidupan sosial mereka yang menjadi penting bagi kita, bagaimana mereka hidup sehari-hari, sehingga hal tesebut dapat menjadi peluang bagi masyarakat yang dapat melakukan pencoblosan di daerah perbatasan. Apalagi yang kita ketahui daerah perbatasan itu banyak daerah yang tidak memiliki pagar batas, di mana terdapat daerah yang dapat dilalui oleh masyarakat setempat yang hidup sehari-hari di situ,” kata Pieter.

Diskusi diakhiri dengan penyampaian rekomendasi strategis yang akan disampaikan kepada penyelenggara pemilu dan pemerintah guna memastikan Pilkada di Papua berjalan lebih demokratis dan minim pelanggaran di masa mendatang.

Share this Post: