ALDP dan TAPOL Rilis Hasil Penelitian Situasi HAM Papua

Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) bekerja sama dengan TAPOL merilis hasil penelitian tentang situasi Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua di Sentani, Kota Jayapura pada Jumat, 26 Juli 2024. Penelitian ini mengkaji pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua, termasuk kasus penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, penahanan tanpa proses hukum yang adil, hingga pasal makar.

Acara dimulai dengan sambutan dari Steve Alston selaku Ketua Dewan Direksi TAPOL, dilanjutkan dengan pemaparan hasil penelitian oleh Latifah Anum Siregar selaku Direktur Aliansi Demokrasi Untuk Papua (ALDP ), Pampang Hidayat, Peneliti Senior HAM dan Hukum Internasional, dan Prof. Dr. Melkias Hetharia, ahli hukum dan HAM Universitas Cenderawasih. Sesi diskusi dimoderatori oleh Latifah Buswarimba Alhamid.

Menanggapi soal pasal makar, advokat Papua, Iwan Kurniawan Niode mengatakan, makar tidak ada penafsirannya dalam undang-undang. “Undang-undang tentang pasal makar hanya merujuk pada pasal 87, mengenai serangan, kemudian dijabarkan dalam pasal 106, 110 segala macam, tapi penjabaran secara spesifik soal bagaimana modelnya makar inikan tidak ada penjabarannya, sehingga memungkinkan aparat penegak hukum ketika mengadili sesuatu, ketika melakukan penyidikan kepada sesuatu peristiwa yang berkaitan dengan soal politik, maka dia bisa menggunakan pasal ini karena pasal ini lebih mudah untuk diterapkan ketimbang pasal-pasal lain," ujarnya, saat ditemui setelah peluncuran hasil penelitian.

Karena itu, ujarnya, kasus-kasus yang tidak masuk kategori peristiwa makar dimasukkan ke dalam kasus makar, hanya karena bersentuhan dengan aspek politik dan berhadapan dengan negara. "Trend ini di Papua cukup lama," Iwan menegaskan.

Iwan berpendapat, untuk memperbaiki situasi HAM di Tanah Papua, yang terpenting adalah menyelesaikan akarnya terlebih dahulu. “Inikan tidak terlepas dari peristiwa kekerasan masa lalu, (jadi) kenapa kita tidak coba menyelesaikan akar persoalannya. Buat saya yang paling penting adalah bagaimana kita harus selesaikan akar soal sehingga praktik-praktik di masa lalu tidak berimbas pada terjadinya kekerasan-kekerasan baru dan kemudian pasal-pasal yang sama akan diterapkan lagi,” kata senior pendiri ALDP ini.

Oleh karena itu pula, setiap orang yang dikenai pasal makar harus mengajukan praperadilan. Itu penting karena praperadilan akan mengedukasi hakim dan masyarakat tentang tindakan yang masuk makar dan yang tidak masuk dalam aspek makar. “Sudah waktunya juga kita memanfaatkan ahli-ahli kita di Universitas Cenderawasih untuk kita ajak sebagai ahli untuk memberikan keterangan di depan persidangan pasal makar ini," kata dia.

"Kebetulan sekarang ini wilayah cakupan praperadilan sudah diperluas oleh putusan Mahkamah Konstitusi, jadi tidak ada salahnya kemudian kita mencoba mengajukan praperadilan terhadap kasus yang proses penangkapan sewenang-wenang," ujarnya.

Share this Post: