Lingkungan Terdampak Proyek IKN, Tangkapan Nelayan Turun
Seorang pemuda dari Suku Bajau bernama Malik sedang menyusun rangkaian kail alat tangkap tradisional pada Kamis, 15 Agustus 2024. Masyarakat Suku Bajau di Kelurahan Pantai Lango, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur biasa menyebut alat tersebut sebagai rawai.
Sambil menunggu air laut pasang, Malik secara perlahan menyusun 50 kail ke sebuah kotak penyimpanan. Kail yang digunakan itu memiliki ukuran panjang 85 millimeter dan lebar 35 millimeter. Biasanya, kail jenis tersebut digunakan untuk mencari ikan sejenis tuna. Rangkaian rawai milik Malik menggunakan tali senar sepanjang kurang lebih 100 meter dengan estimasi jarak di setiap mata kail sepanjang 1,5 meter.
Malik biasa mencari ikan dengan rawai tidak jauh dari tempat tinggalnya yang juga berada di perairan Teluk Balikpapan. Biasanya dia menghabiskan tiga sampai lima liter solar untuk menjalankan mesin kapal saat berangkat dan pulang mengail.
Hasil tangkapan yang didapat dari rawai cukup beragam seperti, ikan kakap, ikan trakulu, ikan kerapu dan ikan pari. Dengan menggunakan kail besar, umumnya ikan yang ditangkap berukuran minimal 500 gram dan paling besar yang pernah ia tangkap memiliki berat sekitar dua kilogram.
Menurut Malik, mencari ikan di teluk Balikpapan tidak semudah dahulu. Saat ini ikan semakin jarang, sehingga dia mesti berlayar lebih jauh ke arah laut untuk bisa mendapatkan ikan.
Ikan semakin jarang saat kapal-kapal muatan material logistik untuk pembangunan Ibu Kota Negara semakin ramai melintas dan berjangkar di Teluk Balikpapan. Para nelayan tradisional seperti Malik semakin merana.
Kondisi semakin parah saat banyak kawasan mangrove yang rusak akibat pembukaan lahan untuk infrastruktur pendukung Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, seperti pembangunan pelabuhan logistik dan lintasan jalan tol. Rusaknya lingkungan hidup membuat hasil tangkapan nelayan tradisional menurun.
Dulu, dengan menggunakan kapal berukuran panjang lima meter dan tinggi satu meter, Malik bisa mendapatkan hasil tangkapan ikan kurang lebih lima kilogram. Jika dijual harganya sekitar Rp 250 ribu.
Namun sekarang, hasil tangkapan para nelayan tradisional di Teluk Balikpapan turun drastis menjadi hanya Rp 100 ribu per hari. Tidak jarang mereka pulang tanpa membawa hasil.