Pelatihan Dapur Tradisional Sekolah Adat Arus Kualan
Tim Sekolah Adat Arus Kualan mengadakan pelatihan tentang dapur tradisional yang dihadiri oleh Sri Hartini selaku Pamong Budaya Ahli Utama Direktorat kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA) Kementerian Pendidikan dan kebudayaan. Pelatihan tersebut diadakan di Dusun Kelipor, Desa Paoh Concong, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat pada 14 – 15 Juli 2024.
Pelatihan diisi sejumlah pelatih dari Balai Pelestarian Budaya (BPK) Wilayah 12 Provinsi Kalimantan Barat, Dinas pendidikan Kabupaten Ketapang, Dinas Pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Ketapang, serta Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Ketapang.
Peserta pelatihan adalah 60 orang yang terdiri dari anak muda usia SMA dan SMK serta sejumlah warga dan pranata adat. Pelatihan bertujuan untuk meneruskan pengetahuan bumbu dan makanan lokal dari perempuan adat kepada generasi muda adat di Sekolah Adat Arus Kualan serta penguatan dalam lembaga adat.
Dalam kesempatan ini diharapkan anak-anak dan pemuda adat dapat mengetahui dan menggali lebih dalam tentang bumbu dan kuliner tradisional sehingga mampu mempertahankan identitasnya sebagai komunitas adat. Dalam pelatihan itu juga diadakan praktek memasak panganan tradisional.
Sri Hartini mengatakan bahwa pelestarian panganan tradisional adalah tanggung jawab semua orang. “Kecerdasan hidup berbangsa dan kesejahteraan itu adalah tanggung jawab kita bersama dan untuk terus berkolaborasi untuk mewujudkan apa yang kita cita-citakan dan apa yang harus kita pertahankan,” ujarnya.
Samson Nopen, Kabid Disparbud Kabupaten Ketapang mengatakan pihaknya mendukung adanya gerakan Sekolah Adat Arus Kualan ini. “Sebagai putra daerah yang berasal dari Simpang Hulu saya sangat mendukung dan bangga dengan adanya Sekolah Adat Arus Kualan yang memberikan pendidikan adat dan pengetahuan budaya lokal,” ujarnya.
Samson juga mengatakan akan mendukung untuk pembangunan gedung Sekolah Adat Arus Kualan. Dia meminta pihak yayasan menyiapkan lokasi yang berada di dekat hutan sehingga anak-anak lebih mudah untuk melakukan pembelajaran tradisional. “Misalnya mengenal tumbuhan yang dapat dijadikan obat-obatan dan sayur-sayuran,” ujar Samson Nopen.