AMAN Minta Transmigrasi Dihentikan Sementara

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara atau AMAN meminta pemerintah menghentikan sementara proyek transmigrasi. Sebab transmigrasi terbukti gagal menangani tantangan demografis. “Di sisi lain, transmigrasi justru menimbulkan persoalan baru bagi masyarakat adat,” ujar Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi dalam acara Media Briefing peluncuran Catatan Akhir Tahun AMAN 2024 di Jakarta pada Kamis, 19 Desember 2024.

Secara kumulatif sejak kemerdekaan Indonesia hingga tahun 2022, program transmigrasi telah memindahkan lebih dari 10 juta orang dari Pulau Jawa, Madura, Bali dan Lombok yang padat penduduk ke daerah yang dianggap memiliki lahan “kosong” yang luas di Pulau Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Papua. Langkah tersebut menimbulkan berbagai persoalan di masyarakat adat. AMAN mencatat setidaknya ada enam persoalan yang muncul. 

Pertama, hilangnya hak atas tanah adat. Program transmigrasi seringkali melibatkan penggunaan lahan yang dianggap “tanah kosong” oleh pemerintah. Padahal tanah tersebut biasanya adalah wilayah adat yang memiliki nilai kultural dan spiritual bagi masyarakat adat. Pengambilalihan tanah ini telah menimbulkan konflik berkepanjangan antara masyarakat adat dan transmigran.

Kedua, erosi budaya lokal. Kehadiran transmigran dengan budaya yang berbeda telah menyebabkan budaya lokal terpinggirkan. Masyarakat adat seringkali kehilangan bahasa, tradisi, dan praktik sosial mereka akibat dominasi budaya baru yang dibawa oleh transmigran. 

Ketiga, ketimpangan sosial dan ekonomi. Transmigran menerima bantuan berupa rumah, lahan, jaminan hidup dan fasilitas lain dari pemerintah, sementara masyarakat adat yang merupakan “tuan rumah” dan pemilik hak ulayat justru tidak mendapatkan keuntungan serupa. Hal ini menciptakan ketimpangan yang memicu kecemburuan dan ketegangan sosial yang berkepanjangan.

Keempat, kerusakan lingkungan. Pembukaan lahan untuk pemukiman dan pertanian seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan seperti deforestasi dan hilangnya biodiversitas. Bagi masyarakat adat yang bergantung pada alam untuk mata pencaharian dan kehidupan spiritual, hal ini sangat merugikan. 

Kelima, memicu konflik horizontal. Perbedaan budaya, agama, dan gaya hidup antara masyarakat adat dan transmigran dapat memicu konflik horizontal. Misalnya, perbedaan cara dalam pengelolaan sumber daya alam atau sengketa batas lahan sering kali menjadi sumber perselisihan. 

Keenam, depopulisasi dan pelemahan masyarakat adat. Program transmigrasi di bawah pemerintahan baru tampak bersifat kompleks yang menempatkan proyek-proyek strategis nasional dan keterlibatan militer sebagai komponen penting dalam pelaksanaannya. Di Papua misalnya program transmigrasi harus dihubungkan dengan proyek strategis nasional food estate. Adapun keterlibatan militer terbaca dari mobilisasi tentara ke dalam apa yang disebut dengan Batalyon Infanteri (Yonif) Teritorial Pembangunan. Kabupaten Merauke adalah contoh bagaimana keberadaan proyek MIFEE (Merauke and Food Energy Estate) sebagai PSN yang didukung dengan program transmigrasi telah menunjukkan dampak serius pada ketimpangan komposisi populasi antara orang asli Papua dengan non-orang asli Papua. 

Di wilayah ini, proyek food estate beserta ekspansi perusahaan-perusahaan perkebunan dan kehutanan telah merampas wilayah-wilayah adat. Keberadaan proyek-proyek ini ditopang dengan masuknya penduduk dari luar Papua dalam skala besar sehingga berakibat pada terancamnya orang asli Papua di wilayah ini. Di Merauke misalnya, populasi pendatang mencapai sekitar 72 persen, sementara jumlah orang asli Papua hanya 28 persen dari total penduduk. 

“Dalam situasi dimana masyarakat adat menjadi kelompok minoritas di wilayah adatnya sendiri maka yang terjadi adalah masyarakat adat kehilangan pengaruh dalam pengambilan keputusan politik termasuk dalam pemilihan pimpinan daerah,” ujar Deputi II Sekjen AMAN Erasmus Cahyadi. 

Oleh karena itu AMAN meminta pemerintah menghentikan sementara program transmigrasi sampai prasyarat tertentu dipenuhi terlebih dulu. Prasyarat-prasyarat tersebut harus dirumuskan melalui kesepakatan bersama masyarakat adat dan pemerintah daerah. 

Menurut AMAN, prasyarat yang harus dipenuhi antara lain:

  1. Ada kebijakan yang mengatur tentang penghormatan dan perlindungan terhadap hak masyarakat adat.
  2. Perencanaan transmigrasi berbasis pada kesadaran tentang keberlanjutan lingkungan.
  3. Penguatan hubungan antar komunitas masyarakat adat dengan pendatang baru.
  4. Kebijakan yang mengatur tentang kompensasi yang adil.
  5. Direncanakan secara partisipatif bersama masyarakat adat dan dengan kesadaran terhadap prinsip-prinsip free, prior, informed, consent.

Share this Post: