Proyek IKN Mengancam Kehidupan 51 Komunitas Adat
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara atau AMAN menilai proyek Ibu Kota Nusantara atau IKN di Kalimantan Timur telah mengancam kehidupan 51 komunitas adat. Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi dan Deputi II Sekjen AMAN Erasmus Cahyadi dalam acara Media Briefing peluncuran Catatan Akhir Tahun AMAN 2024 di Jakarta pada Kamis, 19 Desember 2024.
Di tengah tidak ada kepastian nasib 51 komunitas masyarakat adat di IKN yang sewaktu-waktu dapat tergusur dari wilayah adatnya karena tidak adanya jaminan hukum tentang hak atas wilayah adat dari negara, pemerintah justru melakukan revisi UU IKN yang semakin menegaskan bahwa pembangunan IKN tidaklah dimaksudkan untuk memperkuat Masyarakat Adat sebagai salah-satu pilar utama identitas keberagaman bangsa.
“Dalam revisi UU IKN disebutkan bahwa pengusaha diberikan keistimewaan oleh negara untuk merampas dan memonopoli tanah-tanah masyarakat adat, petani, nelayan, perempuan dan peladang tradisional di IKN melalui pemberian 190 tahun untuk HGU dan 160 tahun untuk HGB,” ujar Rukka.
Menurut AMAN, hal tersebut menunjukkan sikap pemerintah memperlakukan masyarakat adat di IKN secara diskriminatif melalui berbagai aturan yang lebih mengutamakan kepentingan investor atau pengusaha. Situasi ini, lanjut Rukka, membuat masyarakat adat di IKN khususnya komunitas masyarakat adat Balik Sepaku sebagai komunitas masyarakat Adat yang terancam punah akibat pembangunan IKN.
17 program prioritas Prabowo-Gibran yang tertera pada dokumen rancangan awal RPJMN 2025-2029, tidak ada satu pun program prioritas yang terkait masyarakat adat. Pun pidato Prabowo Subianto pada pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih 20 Oktober 2024 tidak menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat adat, termasuk agenda pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur. Berdasarkan kajian AMAN, proyek IKN saat ini tidak lebih hanya sekedar menjadi komoditas politik untuk mendapatkan investasi tanpa memperhatikan nasib 20 ribu lebih warga masyarakat adat yang tergusur akibat proyek ambisius tersebut.
Kondisi serupa juga dialami masyarakat adat lain yang wilayah adat mereka dijadikan lokasi proyek strategis nasional (PSN). Dalam pelaksanaannya, PSN menggurita ke semua lini dan sendi-sendi, menyasar sejumlah wilayah adat.
“Alih-alih wilayah-wilayah yang telah didiami oleh masyarakat adat tersebut diakui dan dilindungi, kenyataan memperlihatkan justru wilayah tersebut menjadi bancakan, diberikan kepada pihak lain, sementara masyarakat adat sebagai pemilik dari wilayah sengaja di usir,” kata Rukka.