AMAN: 2,8 Juta Hektare Wilayah Adat Terampas pada 2024
Buruknya hukum dan kebijakan terkait masyarakat adat ditambah minimnya pengakuan terhadap masyarakat adat dan wilayah adatnya berdampak pada meningkatnya perampasan wilayah adat, kriminalisasi dan kekerasan. Hal tersebut disampaikan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara atau AMAN dalam acara Media Briefing peluncuran Catatan Akhir Tahun AMAN 2024 di Jakarta pada Kamis, 19 Desember 2024.
“Sepanjang tahun 2024, AMAN mencatat setidaknya terdapat 121 kasus yang telah merampas 2.824.118, 36 hektar wilayah adat di 140 komunitas masyarakat adat,” ujar Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi.
Akibatnya, berbagai konflik akibat perampasan hak masyarakat adat muncul di berbagai daerah. Sepanjang 2024 terdapat 58 konflik dengan konsesi perkebunan, 29 konflik dengan konsesi tambang, 14 konflik dengan proyek infrastruktur, 9 konflik kawasan hutan, 5 konflik dengan industri energi, 4 konflik dengan proyek pariwisata, dan 2 konflik konsesi pertanian.
Saat ini terdapat 1.499 wilayah adat di seluruh Nusantara dengan total luas mencapai 30,1 juta hektar yang telah diregistrasi oleh Badan Registrasi Wilayah Adat. Dari data tersebut, terdapat kawasan hutan yang berada dalam wilayah adat seluas 23,8 juta hektar dan konsesi yang berada di wilayah adat seluas 6,6 juta hektar.
Dari puluhan juta hektare wilayah adat tersebut hanya 4.850.689 hektar wilayah adat yang telah diakui melalui produk hukum daerah. Penetapan hutan adat lebih kecil lagi. Sampai sekarang hanya 265.250 hektar dari yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Padahal potensi hutan adat mencapai 23,2 juta hektar.
Sementara itu, pengakuan wilayah adat melalui kebijakan di sektor pertanahan masih menunjukkan masalah serius karena mengambilalih wewenang masyarakat adat untuk mengatur wilayah adatnya dan menghidupkan praktik domein verklaring dengan memaksakan sertifikat HPL di atas wilayah adat.
“Berdasarkan laporan dari pengurus AMAN di wilayah dan daerah, pelaksanaan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Ulayat Masyarakat Adat telah menimbulkan keresahan di tingkat tapak bahkan berpotensi bisa menghilangkan identitas sebagai masyarakat adat,” ujar Rukka dalam catatan akhir tahun 2024.