Tempo Witness Hadiri Forum Masyarakat Adat dan Media di UNESCO

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) - organisasi internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang berfokus pada bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan - menggelar Pertemuan Ahli tentang Masyarakat Adat dan Media di Markas Pusat UNESCO di Paris, Prancis pada 26-27 November 2024. Redaktur Tempo Witness, Agung Sedayu, menjadi salah satu delegasi yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Forum tersebut mempertemukan para ahli dari berbagai media masyarakat adat dan non-masyarakat adat terkemuka, penyiar publik, regulator media, komunitas, organisasi publik dan anggota PBB. Sejumlah perwakilan negara dan puluhan media masyarakat adat dari berbagai belahan dunia ikut hadir. 

Acara itu diadakan untuk menindaklanjuti rekomendasi Forum Tetap Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Isu Masyarakat Adat (UNPFII, E/2023/43-E/C.19/2023/7 paragraf 10). UNESCO bermitra dengan pemangku kepentingan lain untuk melakukan advokasi pengembangan media masyarakat adat maupun non-masyarakat adat yang bebas, independen, dan pluralistik untuk mempromosikan hak atas kebebasan berekspresi dan akses terhadap informasi.

Pertemuan berlangsung selama dua hari. Pertemuan pertama diadakan pada 26 November berlangsung tertutup. Sedangkan pertemuan kedua pada 27 November berlangsung terbuka. Tujuan dari forum tersebut untuk mendorong dialog antara para profesional media untuk meningkatkan akses masyarakat adat terhadap informasi sekaligus meningkatkan kualitas media masyarakat adat.

Ada sejumlah rekomendasi yang dihasilkan dari pertemuan itu. Beberapa rekomendasi penting adalah tentang perlindungan dan keberlanjutan media masyarakat adat, termasuk jurnalis masyarakat adat di dalamnya. Forum tersebut juga menekankan pentingnya pluralisme media dan partisipasi penuh beragam kelompok etnis yang berbeda dalam proses publik dan politik. 

Tonggak sejarah berdirinya kebebasan berekspresi dan pengembangan media tercantum dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Sedangkan hak masyarakat adat untuk mendirikan dan mengelola media mereka sendiri baru diakui pada tahun 2007 dengan diadopsinya Pasal 16 Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP). 

Saat ini media telah berevolusi menjadi berbagai platform yang mampu membantu organisasi media menyediakan akses informasi bagi khalayak yang tersebar di berbagai daerah dan pedesaan. Media masyarakat adat memiliki peran penting untuk menyuarakan aspirasi masyarakat adat sekaligus menjadi sarana untuk menghidupkan kembali bahasa serta budaya dan tradisi lokal. 

Para jurnalis masyarakat adat menjadi aktor utama untuk menyampaikan berbagai pandangan masyarakat adat terhadap isu-isu penting seperti kerusakan lingkungan, perubahan iklim, kemiskinan, hingga kekerasan dan pelanggaran hak-hak masyarakat adat. Karena itu penguatan terhadap media dan jurnalis masyarakat adat mesti terus ditingkatkan.

Selama bertahun-tahun Tempo Witness bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melatih dan mendampingi masyarakat adat di berbagai pelosok Indonesia, dari Aceh hingga Papua, untuk menjadi jurnalis masyarakat adat. Dari pelatihan tersebut telah lahir ratusan jurnalis masyarakat adat.

Para jurnalis masyarakat adat ini aktif melaporkan berbagai persoalan di komunitas mereka. Mulai dari perjuangan masyarakat adat dalam mendirikan sekolah adat, pendokumentasian bahasa lokal, pelestarian lingkungan dan hutan adat, mitigasi krisis iklim, hingga perlawanan mereka terhadap penggusuran tanah ulayat oleh negara maupun korporasi atas nama investasi. Berbagai upaya peningkatan skil jurnalistik masyarakat adat tersebut masih terus dilakukan. Sejumlah lembaga seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan organisasi masyarakat sipil lain juga ikut serta berkolaborasi di dalamnya.

Share this Post: