Perbedaan Kondisi Tanah di Lahan Biointensif dan Konvensional
Hasil uji sampel tanah dari lahan dengan perlakuan biointensif dan konvensional menunjukkan kandungan unsur pospat lebih tinggi dan unsur nitrogen lebih sedikit di lahan biointensif daripada di lahan konvensional. Mahasiswa IPB yang sedang kuliah kerja nyata (KKN) di Kampung Darim, Desa Kendayakan, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dan fasilitator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), dengan teknik sederhana menguji kandungan unsur-unsur tanah, 29 Juli 2023.
Oktarian dan Rifqi (mahasiswa KKN) dan Wahyu Ridwan Nanta dan Nisa (fasilitator KRKP), di rumah Surono (Ketua Kelompok Tani Desa Kendayakan) mempraktikkan uji sampel tanah dari lahan sawah perlakuan biointensif dan tanpa perlakuan atau sawah konvensional, untuk mengetahui apakah unsur-unsur tanah mencukupi atau tidak.
Dulfatah, Dimantara, Dair, Kasmad, dan Suradi (anggota Forum Darim Bersatu yang disingkat Forrimber), Surana (petani Kampung Darim), dan Tanjak Permana (Pamong Desa Kendayakan), menyaksikan praktik uji sampel tanah agar para petani bisa belajar dan memahami kondisi tanah apakah kekurangan unsur-unsur tertentu.
Para mahasiswa KKN, anggota Forrimber, dan fasilitator KRKP mencoba memahami perbedaan kondisi tanah dari lahan sawah dengan perlakuan biointensif dan konvensional.
Perlakuan biointensif hanya menggunakan pupuk urea dan phonska sebanyak 20 kg. Lahan konvensional 40 kg pupuk urea dan phonska. Lahan biointensif diberikan pupuk semprot organik Prima Grain dan bioinsektisida Symbio.
Hasil pengamatan para mahasiswa KKN dan anggota Forrimber menunjukkan tanaman padi di lahan biointensif lebih subur dibandingkan di lahan konvensional. Tinggi tanaman padi dan jumlah anakan lebih merata di lahan konvensional sedangkan di lahan biointensif tinggi tanaman dan jumlah anakan tidak merata. Tinggi tanaman padi dan anakan tidak merata karena banyak bekas dimakan tikus.