Front Perjuangan Rakyat Gane Tuntut BPN Cabut Patok HGU

Front Perjuangan Rakyat Gane menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor wilayah Badan Pertanahan (BPN) Propinsi Maluk Utara pada hari Selasa 4 Februari 2025. Front yang terbentuk dari 12 elemen gerakan ini mendapatkan mandat langsung dari masyarakat daratan Gane, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Kordinator aksi front Perjuangan rakyat Gane, Irsandi Hidayat mengatakan masuknya perkebunan kelapa sawit milik PT. GM telah menciptakan konflik horisontal dan vertikal di daratan Gane. PT.GMM sengaja membuat warga terpolarisasi hingga menjadi pro dan kontra. Pada akhirnya, dalam satu desa warga yang kontra harus membuat rumah ibadah sendiri, terpisah dengan warga yang pro terhadap perusahaan.

Di sisi lain, warga terpaksa menanggung beban kerugian akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit milik PT. Gelora Mandiri Membangun (PT.GMM) di kabupaten Halmahera Selatan. Kerugian berupa hilangnya tanah dan kebun warga yang telah dikonversi secara sepihak oleh pemerintah daerah melalui BPN menjadi perkebunan kelapa sawit.

Selain itu, terjadinya pencemaran lingkungan akibat masifnya penggunaan pestisida hingga merembes pada hasil panen para petani kelapa yang berdekatan dengan perkebunan sawit.

Lebih lanjut Irsandi menjelaskan bahwa konflik antara masyarakat dengan perusahaan terjadi sudah cukup lama. Pada tahun 2013 lalu, ada 13 warga yang masuk penjara karena mempertahankan tanah mereka, namun pemerintah sebagai pengampu kebijakan tidak pernah menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat lingkar perkebunan sawit tersebut.

Mus Maulana, salah satu peserta aksi, menyampaikan dalam orasinya bahwa hasil investigasi Walhi Maluku Utara bersama dengan warga Gane telah menemukan patok HGU yang berada di luar batas konsesi atau berada di atas kebun warga Gane. Dari hasil temuan yang di peroleh terdapat 56 warga yang kebunnya masuk dalam konsesi HGU PT-GMM dengan total luas mencapai 104,9 hektar. Hal serupa juga dialami 65 kepala keluarga desa Sekely dengan total luas pengklaiman mencapai 137,9 hektare.

Nurul, dari perwakilan perempuan, menjelaskan sebetulnya dalam proses pemasangan patok tidak ada sosialisasi yang diterima masyarakat setempat, juga tidak pernah ada pembebasan lahan dari pemilik kebun kepada PT. GMM. Tiba-tiba saja warga menemukan patok sudah berada dalam kebun mereka. Warga menduga PT. GMM melakukan pemasangan patok pada malam hari. Adanya patok sepihak di lahan warga tersebut membuat resistensi konflik antara warga dengan PT-GMM semakin memanas.

Oleh sebab itu, Front Perjuangan Rakyat Gane, menuntut BPN sesegera mungkin melakukan audit sekaligus mencabut patok milik PT. GMM guna menyelesaikan konflik lahan yang terjadi di atas kebun warga. Berikut tuntutan lengkap Front Perjuangan Rakyat Gane: "Kami adalah warga Desa Gane Dalam dan Desa Sekely, yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat Gane, ingin mendapatkan informasi berkaitan dengan aktivitas perusahaan PT Gelora Mandiri Membangun (GMM) yang telah beroperasi di atas lahan kami. Beroperasinya perusahaan tersebut diatas lahan kami tidak lepas dari klaim sepihak perusahaan yang menyatakan bahwa lahan yang mereka gunakan telah mereka kuasai berdasarkan kepemilikan Hak Guna Usaha (HGU)."

Atas pengakuan penerbitan HGU tersebut, "Kami ingin mengajukan keberatan sebagai berikut :  1. Kami tidak pernah menyerahkan lahan kebun kepada perusahaan  PT GMM atau pun pihak Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Halmahera Selatan untuk dijadikan areal perkebunan kelapa sawit, seperti yang telah di klaim oleh pihak perusahaan yang dimaksud saat ini;  2. Kami warga Gane menolak pemasangan sejumlah patok batas-batas HGU yang berada di dalam lahan perkebunan kami, tanpa proses persetujuan tanpa paksaan (PADIATAPA) kepada kami sebagai memiliki lahan tersebut;  3. Kami warga Desa Gane Dalam yang berjumlah 56 kepala keluarga yang menguasai lahan 104,9 ha meminta kepada BPN Provinsi dan BPN Kabupaten Halmahera Selatan untuk segera mencabut patok-patok HGU yang telah dipasang di lahan perkebunan kami; 4. Kami warga Desa Sekely yang berjumlah 65 kepala keluarga yang menguasai lahan 137,9 ha meminta kepada BPN Provinsi dan BPN Kabupaten Halmahera Selatan untuk segera mencabut patok-patok HGU yang telah dipasang di lahan perkebunan kami."

Share this Post: