Kelas Akhir Pekan Sarekat Hijau Indonesia Sumatera Selatan
Sarekat Hijau Indonesia (SHI) kembali menggelar kelas akhir pekan sebagai ruang belajar dan diskusi bagi para kader hijau pada Sabtu, 11 Oktober 2025. Kegiatan kali ini mengusung tema "Demokrasi, Kebebasan, dan Keliaran". Acara dilaksanakan di Pondok Belajar Spora Greens Indonesia.
Kelas dihadiri 10 aktivis Sumsel dari kalangan akademisi, pegiat literasi, dan Kader SHI Sumsel.
Tema ini dipilih untuk mengajak peserta memahami bahwa demokrasi sejati tidak hanya berhenti pada ruang elektoral, tetapi juga pada keberanian berpikir bebas dan melawan segala bentuk penjinakan terhadap nalar rakyat. Bertindak sebagai moderator Asmaran Dani, Sekretaris SHI Sumsel, dan pemateri Andri Mukmin, master Filsafat dari Universitas Indonesia.
Andri menyampaikan, “Demokrasi, Kebebasan, dan Keliaran” bukan sekadar jargon politik, melainkan tiga pilar kesadaran yang lahir dari pencarian kebenaran yang mendasar. Menurutnya, demokrasi bukan hanya tentang memilih dan dipilih, tetapi tentang mengakui keberadaan setiap manusia sebagai subjek yang merdeka, yang berhak menentukan arah hidupnya dan memberi makna atas ruang sosial di sekitarnya. "Demokrasi sejati lahir dari keberanian untuk mendengar, berdialog, dan menghargai perbedaan — bukan dari kekuasaan yang menindas dalam nama keteraturan," kata dia.
Kebebasan, ujarnya, dimaknai sebagai hak berpikir dan bertindak sesuai nurani dan akal sehat, bukan kebebasan tanpa batas yang mengabaikan tanggung jawab. "Kebebasan adalah kondisi batin yang sadar, di mana manusia tidak lagi dikendalikan oleh ketakutan, kepentingan, atau dogma yang membungkam daya kritis," kata Andri. "Adapun keliaran dipahami sebagai energi kebenaran yang menolak penjinakan, bentuk kejujuran eksistensial manusia ketika menghadapi sistem yang berupaya menundukkan nalar. Keliaran bukan chaos, melainkan keberanian untuk tetap hidup dengan nurani dan logika, meski arus kekuasaan berusaha menyeragamkan cara berpikir," katanya.
Menurut Andri, demokrasi, kebebasan, dan keliaran harus menyatu dalam kesadaran yang berpijak pada kebenaran—kebenaran yang bukan ditentukan oleh penguasa, tapi oleh kejujuran manusia terhadap kehidupan.

